Alzhei

by
Alzhei
Alzhei

Karya : A. Adinda Bella Pratiwi

Namaku Zeyl Ankara Thirtya, aku berumur 16 tahun dan tahun ini aku menduduki bangku kelas 10 SMA. Setiap hari aku sering bertanya-tanya, seperti apa rasanya berbahagia dengan orang yang kita sayang? Keseharian ku hanya dipenuhi luka-luka yang mendalam. Jujur saja, aku sangat mengingat kenangan ku bersama teman ku sewaktu SMP dulu, saat itu aku sering sekali di hina oleh teman-teman ku, selalu di kucilkan, di pukuli dan banyak lagi kenangan buruk yang telah aku alami selama 3 tahun lamanya. Saatnya memulai lembaran baru dan mencari kebahagiaan, semoga saja aku bisa bertahan sampai akhir.

Aku ini adalah seorang penderita penyakit Alzheimer atau gangguan pada saraf di otakku yang membuatku bisa melupakan segala hal di dunia ini kapan saja. Semakin berjalannya waktu, penyakit yang ku derita semakin memburuk dan kesehatan ku mulai menurun. Setiap aku berkonsultasi dengan dokter spesialis, selalu saja hatiku rasanya tidak tenang dan jantung ku berdetak tak karuan sebab khawatir tentang apa yang akan dokter itu katakan padaku tentang penyakitku ini. Walaupun penyakitku tak bisa sembuh, tetapi aku berharap agar aku bisa bertahan sampai aku lulus sekolah dan dapat merasakan bagaimana rasanya bahagia.

Pada malam hari aku selalu merasa kebingungan dan aku juga tak tau apa sebabnya, mungkin saja ini adalah gejala dari penyakit yang ku derita. Setiap hari aku merasa tidak bisa berkonsentrasi dengan baik, aku juga selalu melupakan hal yang penting maupun hal sepele, tentu saja aku sangat terganggu akan hal itu. Pekerjaan ku sering terganggu saat penyakit ku mulai kambuh. Aku memang berusaha bekerja sendiri tanpa minta-minta kepada orang yang telah membuang ku, yaitu orang tua ku sendiri. Aku bekerja paruh waktu demi membiayai kehidupan sehari-hari ku dan juga untuk membayar biaya sekolah ku.

Di saat sedang merenungkan diri, tiba-tiba saja ada yang mendatangi ku dengan wajah gembira dan menyodorkan tangannya padaku tanda ingin bersalaman. Aku pun menjabat tangannya. Wajahnya tampak tak asing, aku seperti pernah melihatnya tetapi lupa kapan dan dimana aku bertemu dengannya.

“Halo, salam kenal ya. Namaku Asha Harshita. Kamu bisa panggil aku asha. Nama kamu siapa? Oh iya, aku bolehkan duduk disebelahmu?” ucapnya kepada ku lalu aku mengangguk.

“Namaku Zeyl, salam kenal ya, asha. Senang bertemu denganmu” balasku.

Setelah bersalaman, kami pun duduk bersama. Asha menanyakan banyak hal, sepertinya dia tertarik pada ku. Aku pun penasaran pada orang seperti asha, baru pertama kali aku bertemu orang seceria dia. Tetapi, ingatan masa lalu ku masih terbayang dengan jelas dibenakku. Bagaimana orang-orang memperlakukan ku dengan semena-mena. Sepertinya aku tidak boleh terlalu terbuka pada asha. Aku hanya perlu bicara padanya saat ada hal penting saja.

Tidak terasa aku mengobrol dengan asha, bel pertanda jam pertama akan dimulai. Jujur saja aku sangat gugup, apalagi semuanya terlihat akrab dan hanya aku yang tidak memiliki teman selain teman sebangku ku yaitu asha. Tanpa ku sadari asha melamun pada waktu yang lama. Dilihat-lihat juga dia hanya berbaur padaku saja. Dia hanya berbicara ketika di sapa, setelah itu dia kembali melamun seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku biarkan saja dia, aku tak punya urusan dengan apa yang dia lakukan.

Beberapa jam pun berlalu, aku menikmati beberapa ice breaking yang diberikan guruku sebelum pelajaran dimulai agar kami bisa fokus. Jam pelajaran berjalan dengan lancar. Tetapi aku merasa terganggu dengan tatapan beberapa anak di seberang meja ku. Mereka seperti menatapku dengan tatapan tidak suka. Ada salah satu anak disana menatapku dari rambut hingga kaki ku, setelah itu dia berbisik kepada temannya lalu tertawa. Apa yang lucu dari ku? Apakah pakaian ku kotor? Atau ada sesuatu di pakaian ku? Asha juga menyadari anak-anak meja seberang melihatku terus menerus, lalu dia mengecek ke belakang tubuh ku, dan benar saja ada sesuatu yang tertempel disana. Sebuah kertas yang bertuliskan AKU BISU.

Langsung saja aku merobek kertas tersebut lalu membuangnya. Ternyata orang di belakang ku lah yang menempelkannya. Bagaimana bisa aku tak menyadarinya? Sungguh aku ingin marah, tetapi melihat ada guru yang masuk untuk melanjutkan pembelajaran, aku mengurungkan niat untuk bertanya padanya. sebenarnya apa masalahnya pada ku sehingga dia melakukan itu. Dia hanya tertawa lalu memalingkan wajahnya dariku. Baiklah, kali ini aku memaafkan mu.

Setelah jam ke 2 selesai, pemberitahuan istirahat pun berbunyi. Aku berjalan menuju kantin bersama asha, karena hanya dia yang aku tau. Walaupun aku tak bisa berbaur, tetapi aku juga tetap mengajak orang lain berbicara atau menyapa nya. Kami memesan makanan yang perlu kita makan, tidak banyak dan juga tidak sedikit. Meskipun terkadang aku harus menemani asha untuk berbicara. Ternyata di sangat menyukai music sama seperti diriku. Namun genre music kami berbeda. Disaat kami bercanda gurau sembari memakan makanan yang kami pesan, aku mendengar dari kejauhan ada seseorang yang sedang bersenandung.

Terlihat sekelompok anak yang berjalan menuju kantin. Anak itu datang ke meja kami lalu melihat makanan kami, setelah itu tertawa. Ada apa dengannya? Apa dia sudah gila?

“Lihat ini. Apa kalian berdua memakan ini? Ini tidak enak tau, aku sudah mencoba nya. Apa karena murah jadi kalian membeli nya? Butuh uang? Aku akan memberikan uang kepada kalian asalkan kalian memohon dan berlutut di depanku.” Ujarnya sembari tertawa.

Aku hanya diam dan tak bisa berkutik, aku ingat betul dulu aku juga sering di perlakukan seperti ini. Sungguh, rasa trauma ku sepertinya memuncak. Tiba-tiba saja aku mimisan. Anak-anak yang tertawa tadi menarik ku ke suatu tempat, dan tempat itu adalah toilet. Aku seperti melupakan sesuatu, kepala ku sangat sakit. Apakah penyakit ku kambuh? Mengapa harus di saat seperti ini, Tuhan. Aku berbalik setelah di lepaskan kedua anak tadi. Aku dibebaskan? Salah, kepala ku dipegang oleh mereka lalu membenturkannya ke tembok. aku memegang kepala ku, darah bercucuran di dahi ku. Kepala ku berdenyut hebat, rasanya seperti nyawa ku akan direnggut oleh malaikat.

——

Aku terbangun dengan kepala yang berdenyut, aku meratapi nasibku. Ini terjadi untuk yang kedua kalinya. Pertama saat aku SMP dan yang kedua adalah saat ini, kesialan memang tak jauh dari kehidupan ku. Pantas saja banyak yang tak ingin dekat denganku, ternyata aku sungguh pembawa sial. Orang yang baru saja ku kenal sudah terkena masalah. Tunggu, aku teringat sesuatu.

“Astaga asha. Aku meninggalkannya sendirian disana. Bagaimana ini? Pasti dia langsung menjauhi ku” ucapku sembari memijat kepala ku.

Aku bangun dari tidurku, aku sedikit lemas tetapi aku masih bisa menopang tubuhku menggunakan tangan sebagai tumpuan pada dinding di samping ku. Aku mendengar suara tawa dari arah kiri, keberadaan ku saat ini adalah di tempat pergantian baju bagi siswa perempuan. Aku pun mengintip keluar dengan membuka pintu sedikit. Kepala ku berdenyut lagi, astaga ini bukan waktu yang tepat untuk berdiam saja, aku harus kabur. Suara tawa itu semakin dekat, dan asalnya dari lorong sebelah kiri. Dengan cepat aku berlari ke arah lorong kanan dan sialnya lagi, saat aku berbelok aku menabrak sesorang. Orang itu hampir terjatuh jika saja aku tidak memegang tangannya.  Segera saja aku meminta maaf kepada orang itu, dan bertanya padanya.

“Maafkan aku, sungguh aku tidak sengaja menabrak mu. Aku sungguh minta maaf, apa ada yang sakit?” tanyaku padanya.

Dia hanya diam dan menatapku, dan aku menatapnya balik, hingga berselang beberapa menit. Aku pun tersadar karena hidung ku sangat sakit, ternyata aku mimisan lagi. Gawat, apakah penyakit ku akan kambuh? Rasanya aku ingin pingsan, tetapi aku masih bisa menahannya. Jadi aku berlari meninggalkan orang tersebut dengan wajah kebingungan lantaran sikap ku yang tiba-tiba dan juga aneh.

Di sepanjang jalan aku terus memikirkan anak yang sudah aku tabrak tadi. Wajahnya sangat indah dan tak ada satupun goresan maupun luka yang mengotori wajahnya yang indah itu. Mungkin setiap saat dia tak pernah merasakan apa yang aku rasakan seperti di hina dan di katai sebab aku yang tak becus dan bodoh.

Sesampainya di depan kelas ku, aku mengambil tas ku lalu beranjak keluar dari sekolah. Sekarang sudah hampir matahari tenggelam, bisa-bisa aku telat pergi bekerja. Jika gaji ku di potong, nanti aku tak bisa membeli makanan untuk besok.

—–

Di pagi hari aku bersiap setelah mandi dan juga makan beberapa potong roti, kemarin aku tak sempat makan karena terlalu sibuk menjaga restoran tempat aku bekerja. Aku menuju halte bus yang akan berhenti di dekat sekolah ku. Setelah sampai pun aku langsung mencari kelas ku. Di dalam kelas aku melihat asha sedang melamun lagi. Entah apa yang dipikirkan anak itu. Aku pun memasuki kelas, kulihat asha langsung melihat ku. Dengan mata yang berbinar, dia berlari menuju ke arah ku lalu memeluk ku lalu berkata.

“Jelaaaa, aku sungguh minta maaf atas kejadian kemarin. Itu sungguh diluar dugaan ku, aku tak mengira jika dia menperlakukan mu seperti itu. Biasanya, hanya aku yang di hina dan diperlakukan seperti yang kau alami kemarin” ucapnya dengan mata yang seperti ingin menangis.

“Tidak apa-apa. Aku tidak masalah, yang penting sekarang aku bersyukur karena masih diberikan kesempatan oleh tuhan untuk hidup” ujar ku sembari tersenyum kepadanya.

Aku mempererat pelukan kami dan berusaha menenangkannya. Sebenarnya tidak apa-apa, yang ku khawatir kan hanyalah aku yang membawa sial kepada orang terdekat ku. Bel berbunyi menandakan jam pertama akan di mulai. Dengan tergesa-gesa, kami semua duduk di bangku kami karena melihat ada guru yang ingin masuk.

Pelajaran di mulai dengan cukup tenang. Kejadian kemarin memang belum bisa aku lupakan. Tetapi kejadian kemarin juga mengajarkan ku betapa pentingnya kita untuk belajar bela djri agar bisa melindungi diri kita sendiri. Aku dan asha menjalankan kehidupan kami layaknya anak sekolahan pada umumnya. Setiap hari kami selalu bersama, ketika ke kantin, ke perpsutakaan, dan lain sebagainya. Aku mulai makin dekat dengannya. Bisa di bilang aku dan asha sudah menjalin hubungan persahabatan. Aku mempercayai asha karena dia telah membuktikan kesetiaannya.

Kami mengobrol setiap hari dan setiap waktu, walaupun beberapa kali kami di ganggu oleh sekelompok orang yang membenci kami. Hinaan demi hinaan kamj terima dengan lapang dada. Aku dan asha saling menguatkan agar tidak ada yang jatuh hanya karena hinaan dari seseorang. Biasanya, setelah jam makan siang. Sekelompok orang itu sering sekali mendatangi kami dengan maksud yang jahat. Beberapa kali juga penyakit ku kambuh sehingga aku di larikan kerumah sakit dengan bantuan asha.

Asha sering mengkhawatirkan ku, tetapi dia tidak memikirkan dirinya sendiri. Asha menyemangati ku saat aku sedang bersedih ataupun kesepian. Dia selalu menemani ku setiap saat. Karena itulah aku mempercayai dia. Jika ada waktu luang, aku dan asha berjalan-jalan ke taman dengan maksud menyegarkan pikiran. Terkadang kami juga bersepeda bersama sembari menikmati indahnya matahari tenggelam. Asha selalu bergumam sendiri ketika melamun, kebiasaannya itu sering mengganggu konsentrasinya. Tapi, asha pernah berkata bahwa.

“Berjanji lah pada ku untuk berjuang bersama. Dan berjanji pada ku untuk kau bisa berjuang melewati masa-masa terpuruk mu jika penyakit mu kambuh kapan saja. Bicara lah padaku jika butuh bantuan. Aku akan selalu berada di sisi mu, untuk selamanya. Aku berjanji untuk selalu ada agar kau tak kesepian. Tapi kau juga harus berjanji pada ku agar suatu saat nanti kau tidak meninggalkan ku” ucapnya sembari tersenyum.

Aku sebenarnya tidak tau bagaimana cara aku berjanji padanya. Sementara sisa hidup ku sudah tidak lama lagi. Tetapi aku takut membuat asha kecewa, jadi aku memutuskan berbohong dengan berjanji pada asha agar aku selalu bersamanya dan tak akan pernah meninggalkannya. Selamanya.

“Aku berjanji, asha. Asalkan kau juga berjanji uuntk selalu bahagia dan selalu semangat dalam menjalankan kehidupan mu. Kita bisa bersama-sama mendapatkan kebahagaiaan kita masing-masing” ucapku.

Maaf, asha. Aku harus berbohong jika aku bisa bertahan. Aku tidak bisa selamanya bersama mu. Tapi aku sangat beruntung karena memiliki mu sebagai sahabatku. Sekarang aku juga sudah bisa merasakan bagaimana rasanya menyayangi orang terdekat kita. Tidak ku sangka kalau asha akan menjadi sahabat pertama ku. Dia yang selalu membuat ku bahagia ketika aku sedang bersedih. Jujur saja, bukan menganggap sebagai sahabat, tetapi aku menganggap asha sebagai adikku sendiri yang sangat aku sayangi.

Aku salah jika kehidupan kami mulai tenang. Sekarang, saat akan diadakan semacam lomba antar kelas di sekolah ku. Sekelompok orang yang tidak suka padaku dan asha berbuat jahat lagi, bedanya saat ini sikap mereka sudah sangat keterlaluan. Mereka memukuli murid-murid yang tidak ada hubungannya dengan kami. Mereka mengancam, jika aku dan asha tidak patuh dan tunduk padanya. Seluruh anak di angkatan ku akan mendapatkan bullyan sama seperti kami. Tentu saja aku tidak terima.

Aku tidak ingin jika ada korban lain yang mendapatkan perlakuan yang tidak pantas. Aku tidak mau orang lain terluka karena ku. Mereka tidak memiliki kesalahan, maka dari itu mereka tidak boleh membayar kesalahan yang bukan mereka lakukan. Jadi aku membuat kesepakatan yang berisi sebuah perjanjian.

“Aku Zeyl Ankara Thirtya dan Asha Harshita berjanji untuk patuh pada mu. Tetapi kau tidak boleh melukai orang lain dengan alasan yang tidak logis. Kau juga harus berjanji agar setelah ini, kehidupan anak angkatan kami tidak akan pernah kau ganggu lagi”

Dengan kesepakatan ini, bukan hanya menyelamatkan nyawa orang lain, tetapi membahayakan nyawa ku sendiri dan juga asha. Tapi kami tidak punya pilihan lain selain mengatakan kesepakatan itu. Yang jelasnya, aku hanya ingin agar orang lain tudak merasakan bagaimana rasanya di siksa dan diperlakukan kasar oleh orang lain.

—–

Pagi ini adalah pagi yang sangat cerah, kebetulan hari ini pelajaran olahraga. Kami semua antusias ketika melakukan senam lantai. Ada yang kegirangan saat mendapat nilai yang cukup tinggi, dan bagi yang nilai nya belum mencukupi. Dia berusaha mengulang agar mendapat nilai yang dia inginkan.

Aku dan asha izin ke toilet karena ada panggilan alam. Diperjalanan kami berbincang-bincang mengenai makanan apa yang akan kami beli saat istirahat nanti. Kami pun sampai ke toilet, asha sudah masuk ke dalam sana. Aku hanya menunggu nya diluar sambil duduk dan menikmati angin sepoi-sepoi dari arah luar. Aku mendengar asha memanggil ku, aku berdiri lalu ingin membuka pintu toilet itu.

Tapi tiba-tiba saja ada orang yang memukul kepala ku menggunakan tongkat bisbol. Kepala ku berdenyut, sangat sakit. Berbeda dengan waktu itu yang kepala ku di pukulkan ke dinding. Penglihatan ku mulai kabur. Samar-samar aku mendengar orang itu berkata “makanya jangan sombong”. Dia menyirami ku dengan air, lalu memukul ku lagi dengan tongkat itu, tulang-tulang ku rasanya ingin patah. Aku berusaha berdiri saat dia berhenti memukul ku, tapi dia langsung saja memukuk kepala ku lagi dengan sangat-sangat kencang. Rasanya kepala ku ingin pecah. Dia memegang pipi ku lalu menamparku dengan sangat keras. Dan aku mendengar dia mengatakan sesuatu. Dia mengatakan,

“Jangan sok kuat. Aku tau kau ini anak yang lemah, dasar anak penyakitan”

Aku ingin marah tetapi tenaga ku tak cukup untuk melakukan itu. Meski aku anak yang memiliki penyakit, tetapi tak sepantasnya dia mengejek ku seperti itu. Aku juga punya hati. Aku jatuh pingsan karena tak kuat menahan sakit nya kepala ku yang terus datang tanpa henti. Sebelum pingsan aku melihat tanganku berlumuran darah.

Aku baru tersadar setelah berselang beberapa jam, aku sedang berada di gudang sekolah. Sekarang sudah jam berapa? Ternyata jam menunjukkan pukul 5 sore, apakah aku tertidur atau pingsan? Mengapa lama sekali? Aku berusaha beranjak dari tidur ku dengan susah payah.  Ada yang aneh, pikir ku. Sewaktu aku dipukuli, bukan kah kepala ku berdarah? Sakitnya memang masih terasa, tetapi kemana darah tersebut menghilang? Bekasnya di lantai saja tidak ada.

Di saat aku sedang berpikir, aku mendengar suara langkah kaki dari arah pintu. Dengan cepat aku kembali berbaring ke lantai dingin tersebut.  Kudengar orang itu telah membuka pintu. Aku merasakan dia mulai mendekati ku, lalu dia memegang kepala ku dengan lembut sepeti tak ingin membuatku terganggu karena sentuhan tangan nya.

“Maaf aku terlambat, zeyl. Aku sudah menunggu mu sejak tadi tetapi kau belum sadar. Maafkan aku, ini gara-gara diriku yang di benci oleh mereka, tetapi malah kau yang di lukai oleh mereka. Ini salahku” ujarnya.

Dia asha, ternyata asha mirip denganku, aku tak tega mendengarnya berbicara di sela isak tangisnya. Aku pun bangun dari tidur ku, lalu aku memeluk asha. Aku bisa lihat wajah terkejut darinya, bukannya mendorong ku karena memeluknya. Dia malah mengeratkan pelukannya pada ku. Dia menangis sangat kencang, aku berusaha menenangkannya tetapi aku tidak bisa. Ku biarkan saja dulu, manusia juga butuh untuk menangis  manusia juga butuh untuk mengeluarkan keluh kesahnya terhadap dunia. Kita bukanlah manusia yang sempurna, kita juga bisa merasakan lelahnya menghadapi dunia. Kurasa tangisan asha mulai berhenti, aku melepaskan pelukan kami.

“Aku tau kau pasti kuat. Ini bukan salahmu, aku juga sudah tidak apa-apa. Kau tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri. Aku juga pernah merasakan apa yang kau rasakan. Tapi, sekarang aku sedang berusaha untuk bangkit dan untuk selalu kuat, walaupun terkadang aku juga lelah, aku juga istirahat. Tetapi bukan menyerah, aku memberi semangat pada diriku sendiri. Maka dari itu, aku akan membantu mu untuk bangkit dari masalahmu” ucapku kepada asha.

Dia terdiam sejenak, lalu menghapus air matanya. Kulihat dia mencari sesuatu, ternyata dia mencari tasnya. Dari dalam tasnya dia mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa uang lalu menyodorkannya pada ku. Aku terheran, mengapa dia ingin memberikannya padaku? Itukan miliknya. Aku melihat sebuah senyum terukir di bibirnya, kemudian dia tertawa. Apa yang lucu?

“Wajah mu tadi seperti menggambarkan orang yang sedang heran pada situasi yang mereka alami, maka dari itu aku tertawa. Ambil lah uang ini, ini bukan sebuah sogokan atau apapun. Aku hanya ingin membantu mu, karena kau ingin membantu ku, aku juga ingin membantu mu. Bukan kah seperti itu guna nya kita berteman zeyl?” dia tertawa sambil mengatakan itu lalu memelukku. Akupun membalas pelukannya.

Setelah berpelukan, kami mengobrol. Aku menanyakan alasan mengapa dia memberikan ku uang dengan kata membantu? Jujur saja aku tak paham apa yang dia pikirkan. Dia pun menjelaskan, sebelum memasuki sekolah ini. Dia meminta salah satu anak buah ayahnya untuk mencari informasi mengenai anak yang masuk di sekolah ini. Dia pun memberitahuku kalau dia penasaran dengan biodata ku, karena di biodata ku yang berisi hobi ku sehari-hari adalah bermain alat musik. Sungguh alasan yang tidak masuk akal yang membuatku tertawa. Dia pun heran ketika melihat ku tertawa.

Terus terang, aku ingin bilang ke asha jika hidup ku sudah tidak lama lagi. Karena rasanya dada ku sudah sesak. Tapi aku masih saja berusaha tersenyum mendengar ocehanya. Tapi ketika dia berusaha menarik ku untuk berdiri, kepala ku mulai berdenyut lagi. Segera saja asha memegang tanganku takut aku terjatuh.

“Ada apa? Apa kepala mu masih terasa sakit? Aku sudah berusaha memberhentikan pendarahan di kepala mu itu” ucapnya dengan wajah yang serius.

Walaupun aku tidak ingin mengatakannya, tapi perpisahan pasti akan datang. Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan, di setiap hubungan akan ada waktunya. Dan di setiap orang itu ada masanya. Sekarang waktu nya untukku meninggalkan dunia? Apakah secepat ini? Tidak apa-apa.

“Maaf, asha. Aku harus jujur disini” ucapan ku terhenti karena dada ku sangat sesak.

“Hidup ku sudah tidak akan lama lagi. Maaf aku berbohong padamu dan janji ku semua saat itu palsu. Aku tau hidup ku sudah tidak bisa bertahan terlalu lama. Sejak kejadian kepala ku di pukulkan ke dinding. Aku pergi ke rumah sakit ke esokan hari nya. Dan benar saja, dokter itu mengatakan perkiraan aku tetap hidup hanya bisa 6 sampai 8 hari saja. Aku tak menyangka akan secepat ini” ucapku dengan menjelaskan dengan pelan-pelan.

“Tidak mungkin, jel. Kau pasti bohong kan? Kau sudah berjanji padaku. Bagaimana dengan keinginan mu ingin tamat sekolah bersama ku? Lalu merasakan kebahagiaan kita bersama? Bagaimana dengan janji mu untuk berbahagia bersama ku, jel? Kenapa? Kenapa kau berhohong?” ujar asha.

“Tidak, sha. Keinginan ku sudah aku dapatkan. Aku merasa sangat beruntung, yang kuinginkan sudah aku dapatkan. Sekarang tinggal menunggu waktu saja. Kau tau apa yang aku inginkan selain tamat sekolah?” Ucapku pada asha, dia hanya menggoyangkan kepala nya tanda tidak tau.

“Hal yang ku inginkan selain tamat adalah memiliki sahabat. Sekarang aku sudah mendapatkannya, aku sudah bahagia dengan sahabat ku yang sekarang. Aku juga sudah tau bagaimana rasanya mencintai dan menyayangi orang lain seperti mencintai diri kita sendiri”

“Bagaimana bisa kau menyayangi ku dan menganggap ku sebagai sahabat? Selama ini kau terus mendapatkan masalah karena diriku. Dan aku tidak mau jika jela meninggalkan ku sendiri di dunia ini. Aku ingin menjadi egois dengan cara kau yang terus bersama ku selamanya. Tuhan aku tidak mau jela meninggalkan ku” asha menangis ketika mengatakan kalimatnya yang terakhir.

“Itu bisa terjadi karena kau telah mengisi kekosongan yang ada pada diriku. Kau berhasil membuat ku percaya dan juga menganggap mu sebagai rumah tempat ku pulang dan bersandar. Kau membuat keinginan ku menjadi nyata, kau adalah bagian dari doa ku yang dikirimkan oleh tuhan” ucapku

“Tidak mungkin, jangan tinggalkan aku sendiri, jela. Kau jahat jika kau tak mau mengabulkan permintaan ku. Kau jahat jika kau pergi ke pelukan tuhan” ujar asha.

“Maaf, asha. Hanya maaf yang bisa ku katakan. Selama ini kita selalu bahagia bersama dan menciptakan momen dan kenangan yang bisa di kenang selamanya. Aku mau kau mengabadikan setiap potret dan video yang kita ambil saat bersama-sama. Asha, terimakasih kau telah menjadi jawaban dari doa ku. Terimakasih telah hadir di kehidupan ku. Kehidupan ku yang dulunya sangat hampa, sekarang jadi berwarna dan yang ku nantikan hanyalah diri mu setiap saat. Maafkan aku asha, dan terimakasih untuk segalanya. Aku menyayangi mu untuk selamanya. Hingga akhir hayatku” ucapku dengan susah payah.

Aku terjatuh dan rasanya sebentar lagi aku akan pergi ke pelukan tuhan. Kulihat asha sudah menangis sesegukan. Dia menangis sejadi-jadinya. Jika saja aku tidak memiliki penyakit ini, pasti kita bisa bahagia selamanya. Tapi kita hanyalah manusia biasa yang menjalankan kehidupan sesuai dengan tuhan kita berikan. Kita harus menjalankan apa yang tuhan takdirkan kepada kita. Asha selamat tinggal, kau akan ku kenang hingga aku tercipta kembali di kehidupan selanjutnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.