Kesalahan

by
Kesalahan
Kesalahan

Karya : A. Adinda Bella Pratiwi

Kumpulan pecinta gunung sedang menaiki gunung baru bersama. Mereka terdiri dari 7 orang, Sinta, Ayla, Nadia, Yusuf, Fahzan, Naufal dan Dion. Mereka membentuk sebuah rombongan kecil yang di pandu oleh Fahzan.

Mereka memandangi langit bersamaan lalu mengecek jam mereka. Salah satu dari mereka mengatakan, “Gelap sekali, mungkin kah akan turun hujan?” Ucap Nadia.

Teman lainnya hanya menggelengkan kepala, sebelum menaiki gunung ini, mereka sempat mengecek ramalan cuaca selama 3 hari. Tapi yang mereka tau, seharusnya hari ini sampai 5 hari ke depan cuaca netral—tidak hujan dan tidak panas. Namun mereka tetap melanjutkan perjalanan dengan semangat mereka untuk mencapai ke puncak bersama-sama.

Beberapa jam berlalu, mereka pun sampai di pos 2. Mereka memesan mie instan di warung yang tersedia. Mereka semua mengobrol sembari menikmati angin yang bertiup kencang.

Selesai makan, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju pos 3. Semangat masih mengalir di antara mereka, meskipun tubuh mulai lelah dan langit yang tetap mendung. Fahzan yang memimpin tetap tenang, memastikan langkah semua anggota tetap kompak dan aman.

Namun, waktu terasa lambat. Hari demi hari berlalu. Semuanya terasa aneh. Sudah dua hari sejak mereka meninggalkan pos 2, namun pos 3 belum juga terlihat. Jalur yang semula cukup jelas kini mulai tertutup kabut tebal. Angin malam menderu kencang seperti bisikan dari balik pepohonan, kadang terdengar seperti suara-suara aneh yang tak bisa dijelaskan.

Saat malam tiba, mereka memutuskan untuk mendirikan tenda. Suasana mencekam mulai terasa. Petir menyambar dari kejauhan, dan hujan deras turun tiba-tiba, mengguyur mereka habis-habisan. Tanah menjadi becek, dan suara-suara samar terdengar dari balik kabut. Sinta sempat mengira melihat bayangan seseorang berdiri diam di kejauhan, namun saat ia menunjukkannya, bayangan itu sudah menghilang dalam sekejap mata.

Keesokan harinya, Nadia yang bangun terlebih dahulu mengecek situasi di luar tenda. Keanehan mulai kembali terjadi.

“Jalan setapaknya menghilang?” gumam Nadia saat pagi datang. Jalanan yang semula digunakan pendaki lain seakan terhapus begitu saja—tidak ada jejak, tidak ada papan petunjuk.

“Aku rasa kita salah jalur” ucap Yusuf cemas yang baru saja bangun.

“Tidak mungkin. Aku sudah mendaki gunung ini dua kali sebelumnya. Jalurnya tidak mungkin berubah” jawab Fahzan, meski matanya terlihat ragu.

Namun, Dion dan Naufal yang terlihat paling santai menepis kekhawatiran itu. “Ah, mungkin kabut ini cuma bikin kita jadi kesusahan mencari jalanan yang benar. Bisa tenang sedikit tidak? Kan kita juga tidak akan mati karena tidak menemukan jalanan setapak seperti kemarin” ucap Dion sambil tertawa.

“Kau lihat sendiri kan jalannya hilang? Ini bukan cuma kabut,” balas Ayla lirih. Ia mulai merasa ada sesuatu yang tidak wajar, terlebih saat malam sebelumnya ia sempat mendengar seseorang berbisik namanya di tengah hujan.

Dua hari berjalan dalam kondisi seperti itu membuat mereka kelelahan. Ketegangan di antara mereka mulai terasa. Tapi tepat saat langit mulai memerah menjelang sore, mereka akhirnya tiba di pos 3. Pos itu tampak sunyi, lebih sunyi dari yang seharusnya. Sebuah bangunan kayu berdiri di tepi jurang kecil, dan di depannya duduk seorang lelaki tua berjaket tebal, penjaga pos.

“Silakan istirahat” ucap lelaki itu sambil memandangi mereka satu per satu. Matanya tertuju lebih lama pada Ayla, Naufal dan Dion. Ia memanggil ketiganya secara bersamaan lalu berkata dengan suara pelan namun tegas, “Kalian bertiga, jangan pernah melanggar peraturan tak tertulis yang berlaku di sini, jika kalian masih mau pulang hidup-hidup!”.

Ayla kaget, sedangkan Dion dan Naufal hanya tersenyum menahan tawa.

“Ini cuma hutan, Pak, selain babi hutan, tidak ada yang bisa membunuh kami” sahut Dion setengah bercanda. Tapi tatapan penjaga itu tetap dingin.

Ayla beranggapan bahwa candaan Dion berlebihan, ia tau kalau di gunung kita memang tidak boleh macam-macam. Bukan hanya di gunung tapi di semua tempat yang kita datangi, karena belum tentu ‘penunggu’ asli tempat itu senang dengan kehadiran kita.

Setelah istirahat beberapa menit, mereka memutuskan untuk lanjut berjalan karena puncak sudah sangat dekat. Tapi di tengah perjalanan hal yang mengejutkan mereka terjadi, Sinta tiba-tiba pingsan. Padahal di antara yang lain dia satu-satunya wanita partner gunung nya Fahzan yang senior. Jadi tidak mungkin hanya karena berjalan beberapa hari dia pingsan.

Semuanya kembali beristirahat sembari menunggu Sinta sadar. Ditengah-tengah situasi menegangkan itu, Dion tiba-tiba kesurupan. Ia berlari ke arah Ayla dan mencekik lehernya, Yusuf dan Fahzan berusaha menenangkan Dion, sementara Naufal bersantai dan berkata, “Seharusnya kalian tidak usah membantu nya, Dion ini anaknya memang suka bercanda”.

Tapi mereka berdua tetap tidak melepaskan tarikan nya ke Dion, Nadia berusaha menolong Ayla dengan menampar Dion sangat kencang. Naufal yang melihat temannya di gampar, merasa marah dan melempari kata-kata yang kurang mengenakkan. Sekarang Dion ikut pingsan sama seperti Sinta, sedangkan Fahzan berusaha meredam emosi Naufal.

Yusuf yang melihat itu semua hanya pasrah, ada apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa semua berubah menjadi sekacau ini? Hingga 2 jam berlalu, Sinta dan Dion sudah sadarkan diri. Naufal pergi meninggalkan mereka dengan alasan mencari mata air terdekat tapi sampai sekarang belum juga kembali.

Karena hari sudah malam, mereka memutuskan mendirikan tenda dan lanjut menuju puncak keesokan harinya. Nadia dan Ayla mengurus Sinta dengan baik, dan untungnya Ayla tidak memiliki cedera akibat ulah Dion. Semuanya duduk di depan api unggun menunggu Naufal kembali. Tapi tak ada sedikit pun tanda-tanda nya kembali.

Karena semua orang memiliki HT untuk berjaga-jaga, Fahzan menghubungi Naufal menggunakan HT nya. “Naufal, masuk. Ini fahzan”. Ucapnya

Tidak ada jawaban, tidak ada suara apapun, hening. Gunung yang seluas ini terasa begitu sempit bagi mereka berenam, Fahzan mulai khawatir dengan kondisi Naufal. Akhirnya ia menghubungi nya untuk kedua kalinya.

Saat percobaan yang kedua kali, Fahzan berhasil masuk di jaringannya Naufal. Tapi tidak ada jawaban darinya, Fahzan terus mencoba bertanya kepada nya. Tapi sekali lagi tidak ada jawaban, senyap. Hanya ada suara jangkrik dan angin yang bertiup, hanya itu yang mereka dengar, tak ada suara apapun dari Naufal.

Hingga ada sautan kecil, namun mereka semua mendengarnya. “Satu, dua….”.

Mereka yang mendengarnya seketika memandangi satu sama lain, mereka tau larangan tak tertulis yang ada di gunung ini adalah tidak boleh berhitung dengan suara lantang. Namun, suara orang yang berhitung dari HT Naufal, terus berlanjut hingga nomor 7. Semuanya merasa khawatir, apa maksudnya? Dan sangat kebetulan mereka semua bertotal 7 orang.

Fahzan mencoba berbicara, tapi ada suara menakutkan yang membuatnya melempar HT miliknya. “Dia makanan ku” ucap suara itu. Suara itu seperti seorang pria tua, dan suara itu menurut Ayla dan Dion sangat tidak asing saat mendengarnya. Mereka coba mengingat-ingat siapa pemilik suara itu. Ayla ingat, dia tiba-tiba merinding, angin dingin berhembus di lehernya secara mengejutkan. Pemilik suara itu adalah, bapak tua penjaga pos 3.

Dion melihat ke arah Ayla, seolah mengerti tatapan Dion. Ayla mengangguk. Dan belum sampai disitu saja, semua HT milik mereka masing-masing seolah ada yang berusaha masuk ke jaringan mereka. Semua HT mereka lemparkan ke depan, semuanya mendengar suara Naufal yang meminta tolong. Mereka semua tertunduk dan mendekat lalu menggenggam tangan satu sama lain.

Fahzan mendengar sesuatu dari arah belakang. Ia hampir saja berbalik jika Yusuf tidak memperingatkannya, Fahzan seketika teringat bahwa apapun yang mereka dengar dari arah belakang tidak boleh menoleh sedikit pun. Namun entah karena lupa, Ayla menoleh ke belakang, dia melihat Naufal dengan kondisi yang menyeramkan. Wajahnya terluka, kepalanya bocor dan darahnya mengalir ke wajahnya.

Ayla berteriak setelah menyaksikan hal itu, dia mengatakan ada Naufal di belakang mereka. Tapi Nadia, Sinta dan Dion yang berhadapan dengan Ayla, tidak melihat apapun di belakang nya. Kosong, hanya ada pohon besar yang menjulang tinggi.

Secara mengejutkan, ada suara dari atas mereka. Suara itu lirih, meminta tolong dan menyebutkan nama Dion. Mereka takut untuk menatap ke arah atas mereka, semenit kemudian, Naufal jatuh dari atas dan tepat jatuh di api unggun yang mereka buat. Semuanya berteriak, suara burung gagak tepat di atas kepala mereka.

Kondisi tubuh naufal sangat parah, luka dimana-mana, kaki yang hanya tinggal satu saja. Kepala dan wajahnya persis dengan kondisi yang dilihat oleh Ayla, semuanya menangis. Naufal mati tepat di hadapan mereka semua, sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, ia mengatakan, “Kalian selanjutnya”.

Dan yang mendengar hal itu hanya Nadia, Fahzan, dan Yusuf. Mereka tau ada sesuatu yang tidak beres sedari awal mereka meninggalkan pos 2, tapi di antara mereka semua ada yang tidak percaya. Mereka semua meringis melihat luka-luka yang terbuka. Sinta mual melihat kaki Naufal yang terpotong.

Fahzan dan Yusuf mendekati jasad Naufal, tapi tiba-tiba tubuh itu terbakar, padahal api yang tubuhnya kena sudah mati sejak tadi. Sekarang api unggun mereka semakin besar karena seluruh tubuh Naufal terbakar habis, mereka semua masuk ke dalam tenda. Tapi mereka masuk dalam tenda yang sama untuk tetap berjaga satu sama lain.

Setelah pagi tiba, mereka tetap terjaga. Hanya beberapa dari mereka yang tidur, yaitu Sinta dan Dion. Yang lainnya berjaga semalaman. Fahzan dan Nadia keluar dari tenda bersama untuk mengecek kondisi diluar tenda mereka. Namun, mereka benar-benar terkejut. Mereka berdua berjalan mundur dan kembali masuk ke dalam tenda secara perlahan. Tapi sebelum masuk ke dalam tenda Fahzan berpesan kepada Nadia untuk tidak memberitahukan tentang hal yang mereka lihat selain Yusuf.

Jangan biarkan Sinta, Dion dan Ayla mengetahuinya. Itu pesannya, Nadia kembali masuk ke dalam tenda, lalu  Fahzan mengajak Yusuf keluar untuk mengambil makanan dari tenda seberang. Sedangkan Nadia menemani temannya yang masih tertidur dan memeluk Ayla.

Disitu lah Yusuf melihat apa yang Nadia dan Fahzan lihat. Ia melihat mereka berpindah tempat yang sebelum nya berada di dekat pohon besar dengan jasad Naufal di antara kedua tenda, malah menjadi di puncak. Hanya ada 2 tenda disana, tak ada bekas api unggun, tak ada bekas memasak mereka kemarin. Kosong, hanya ada kabut di sekitar puncak yang menutupi jurang di sekelilingnya.

Saat Nadia melihat Ayla sudah tidur, ia keluar dan mengobrol dengan Fahzan dan Yusuf. Mereka berbincang, mereka tidak tau apa yang harus mereka katakan pada yang lainnya agar tidak membuat panik. Saat masih berbincang tentang apa yang akan mereka katakan pada yang lainnya, Sinta, Dion dan Ayla keluar dari tenda. Sudah terlambat untuk mencari alasan.

Mereka bertiga terkejut dan bertanya kepada Fahzan tentang apa yang terjadi, kemana tubuh Naufal. Fahzan hanya menghela napas dan menggeleng. Ia pun tidak tau apa-apa. Semua ini terjadi secara tiba-tiba. Tapi Dion dengan santainya berkata, “Justru bagus jika kita sudah berada di puncak. Mari mengambil gambar, disini sangat indah”.

Yusuf yang mendengar nya pun protes kepada Dion. “Kau tidak ingat dengan situasi saat ini?”.

“Kenapa memangnya? Jika Naufal mati berarti sudah takdirnya kan? Begitu juga dengan kita, kita akan mati juga jadi untuk apa dipikirkan terus. Mungkin saja salah satu dari kita akan mati lagi, tapi bedanya di gigit oleh babi hutan” ucapnya lalu tertawa keras.

Semua yang mendengarnya hanya bisa sabar, tapi Ayla menampar Dion. Ia merasa marah karena masih bisa tertawa dan bersantai disituasi seperti ini. Dion yang ditampar hanya meringis dan tersenyum aneh. Semuanya melihat perubahan ekspresi Dion, lalu dia mengatakan, “Kau selanjutnya” dengan menatap ke arah Sinta dan Ayla.

Di saat yang bersamaan angin bertiup sangat kencang langit pagi yang semula cerah menjadi sangat gelap. Langit bergemuruh, seperti menandakan kemarahan. Mereka menatap Dion, dan secara mendadak Dion berlari dan melompat ke arah jurang. Mereka semua terkejut, tidak sempat menahan nya. Hanya terdengar suara benturan yang sangat keras. Sinta berlari ke arah tepi jurang dan menangis, ternyata Sinta menyukai Dion.

Ia menyatakan cintanya di tepi jurang, ia ingin menyusul Dion tapi untungnya ditahan oleh Nadia. Mereka tersisa 5 orang, Nadia menghitung nya di dalam hatinya. Fahzan memijat kepala nya, semua yang terjadi selama ini terlalu mengguncangkan jiwa nya.

Nadia membantu Sinta bangun dan menjauh dari tepi jurang, ia melihat sesuatu, itu darah. Lalu ia pun bertanya kepada Sinta, “Sinta, kau sedang datang bulan?”.

Mendengar pertanyaan Nadia, semuanya menoleh ke mereka berdua. Sinta hanya mengangguk pelan dan tidak memandang ke arah teman-temannya.

“Kau kenapa tidak bilang sedari awal? Sejak kapan, sinta?” Tanya Yusuf.

“Aku juga tidak tau, aku juga baru mengetahui nya saat kita berada di pos 2” jawab Sinta pelan.

Mereka yang mendengarnya berdecak kesal, Nadia bertanya sekali lagi ke Sinta, dimana ia membuang bekasnya. Namun sebelum Sinta menjawab, ia menangis dan meminta maaf. Ia berkata, “Aku membuang nya saat perjalanan menuju ke pos 3, aku tidak tau pasti dimana itu. Aku melemparkannya saja”.

Semuanya terdiam, mereka menjadi tau apa yang membuat Sinta pingsan saat berjalan dari pos 3, dia telah mengotori rumah dari ‘penghuni asli’ gunung ini. Petir terus menyambar, tidak ada yang merasa aneh, hingga Fahzan menyadarinya dan berkata, “Ayla kemana?”. Semua yang mendengarnya melihat ke arah Fahzan.

Mereka tidak melihat Ayla, lalu dari arah bawah puncak terdengar teriakan. Itu suara Ayla, Fahzan dan Yusuf mengecek nya perlahan. Mereka berdua melihat perut Ayla tertusuk dahan pohon dan menembus perutnya. Mereka berdua menyaksikan kematian Ayla, mereka mendengar Ayla mengatakan, “Jangan mengotori rumah kami” lalu tersenyum seram.

Senyuman itu pudar seiring napasnya yang berhenti. Fahzan dan Yusuf di kejutkan dengan Nadia yang tiba-tiba menepuk pundak mereka berdua. Ternyata Nadia juga mendengar perkataan Ayla, tapi hanya Nadia dan Sinta tidak. Padahal suara Ayla terbilang kecil saat mengatakannya, Nadia kemudian bertanya apa mereka menemukan Ayla. Tapi mereka berdua keheranan, jasad Ayla tepat di hadapannya.

Tapi saat menoleh ke arah dahan pohon tadi, tak ada Ayla. Ia menghilang sekejap mata. Merasa keanehan terus terjadi Fahzan mengajak semuanya untuk kembali dan turun hari ini juga, tidak boleh berhenti, hanya boleh berhenti saat merasa sangat lelah, itu katanya. Semua setuju kecuali Sinta. Lalu tiba-tiba Sinta tertawa, tapi tawanya bukan suara nya, melainkan suara yang berat seperti seorang pria. Itu mirip suara Yusuf, Nadia dan Fahzan kemudian menoleh ke arah Yusuf di belakang. Namun mereka baru sadar tentang larangan menoleh ke belakang.

Semua terlambat, Yusuf dan Sinta menyerang Nadia dan Fahzan. “APA YANG KALIAN LAKUKAN? SADAR!” teriak Fahzan. Tapi mereka berdua tidak menggubris nya, seolah mereka di kendalikan oleh sesuatu. Mereka berdua terdorong ke arah tepi jurang, di saat-saat terakhir mereka mendengar suara yang mengatakan, “Kalian diberi ruang sendiri, tapi kalian malah mengotori rumah kami. Itu kesalahan kalian sendiri!”.

Di saat itulah mereka berempat terjatuh ke dalam jurang yang begitu jauh. Tak ada yang tau apa mereka masih hidup atau telah tiada, namun penjaga pos 2 mengatakan bahwa sekumpulan anak muda yang berjumlah tujuh orang telah turun dan bercanda gurau. Tidak ada yang tau pasti, apakah yang penjaga pos itu lihat arwah mereka atau bukan.

Pelajarannya hanya satu, yaitu hargai dan hormati lah tempat yang kalian pijak.

No More Posts Available.

No more pages to load.