Karya : A. Adinda Bella Pratiwi
Di Kota Orendra yang sepi tiap malam tiba, hujan mengguyur jalanan dan pohon-pohon di tengahnya. Terlihat garis polisi yang mengelilingi area TKP tempat ke 4 mayat ditemukan selama 2 bulan ini. Sebuah tim gabungan yang terdapat dokter ahli forensik, jaksa, serta inspektur ditugaskan untuk menginvestigasi dalam memecahkan kasus yang ada di ibu kota.
Dokter Ruth yang bertugas mengecek kondisi para korban yang telah tiada, Jaksa Helena yang mengatur persidangan untuk memecahkan konspirasi di balik pembunuhan yang terjadi, Inspektur Rowan bertugas menyelidiki area TKP dan mencari barang bukti bersama dengan tim kepolisian. Mereka bertiga bekerja sama untuk menemukan siapa sebenarnya pelaku yang dengan tega membunuh para korban.
Disetiap tubuh korban terdapat seperti sebuah kode morse yang menyimpan pesan tersembunyi. Dokter Ruth mengirimkan hasil otopsi para korban untuk di cek oleh Detektif Rowan. Ia berusaha memecahkan kode morse tersebut dengan bantuan Jaksa Helena, di tubuh korban 1 sampai 4 terdapat kode, “-.- .- — ..” yang berarti KAMI, “… ..- -.. .- …. ” yang artinya SUDAH, “- .- ..-” artinya TAU, dan “… . –. .- .-.. .- -. -.– .-” yang artinya SEGALANYA. Di setiap korban terdapat 1 kata yang mewakili tiap kalimat.
Kami sudah tau segalanya? Apa yang dimaksud pelaku? Apa motif sebenarnya dia melakukan itu? Detektif Rowan terdiam sejenak dan menatap ke arah Dokter Ruth.
“Ruth, apakah mereka tau—” belum sempat menyelesaikan ucapannya, Dokter Ruth memotong ucapan Detektif Rowan.
“Jaga ucapanmu, wan! Kita tidak tau apakah ada mata-mata yang bersembunyi disini” ucap Dokter Ruth.
Mendengar percakapan antara Ruth dan Rowan tentu membuat Helena takut. Dia mengerti maksud dari ucapan mereka berdua. Setelah perkataan Ruth membuat keheningan yang cukup lama, Helena keluar dari kantor polisi dan mencari udara segar. Dia sedang memperhatikan anak-anak yang sedang bermain dengan orang tuanya. Salah satu anak mereka seperti sangat menyayangi adiknya. Air matanya jatuh secara tidak sadar, dia mengusapnya pelan.
“Aku gegabah, maaf” hanya itu yang ia katakan. Tak berselang lama Dokter Ruth datang menemani Helena duduk di bangku taman dekat kantor polisi.
“Apa semuanya baik-baik saja?” Tanya Ruth.
Mendengar ucapan Ruth, Helena hanya tersenyum kecil lalu meninggalkan Ruth sendirian. Udara yang dingin karena sebelumnya hujan terasa menusuk kulit Helena, dia terisak dan merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan. Tiba-tiba dia melihat sosok yang sangat mirip dengan ibunya. Dia berlari ke arah orang itu, namun sebelum sampai mendekatinya, sosok tersebut menghilang. Helena tertawa dalam tangisannya, dia merasa putus asa.
Dari belakang terdengar ada orang yang meneriaki namanya, itu Rowan. Dia melambai dengan panik melihat ke arah Helena, ia yang tidak tau apa-apa hanya melihat ke arah Rowan. Tanpa disadari mulutnya di bekam oleh seseorang, dia merasa pusing merasakan obat bius yang membuatnya ingin pingsan. Helena mempertahankan tubuhnya walaupun ia sangat lemas, ia berusaha tidak menghirup obat bius itu lagi dan berpura-pura pingsan.
Ia dibawa oleh beberapa orang yang mengenakan pakaian serba hitam, dan kejadian penculikan ini di saksikan oleh Ruth dan Rowan. Mereka berusaha mengejar Helena, tapi sayangnya mereka tidak bisa melacak keberadaannya.
“Bodoh, kenapa kau tidak langsung menghampiri nya saat menyadari ada yang mencurigakan?” Ucap Ruth.
Ruth mencengkram kuat kerah baju Rowan, dia benar-benar lengah. Jika saja Rowan tidak hanya meneriaki Helena tapi langsung menghampiri nya, pasti Helena tidak ada di culik seperti ini. Mereka berdua panik, jangan sampai penculikan ini ada kaitannya dengan pelaku pembunuhan yang sedang meresahkan akhir-akhir ini. Rowan terus berusaha melacak ponsel Helena, namun saat ia mendapat lokasinya, Ruth yang menyaksikan nya terkejut. Bagaimana bisa lokasi Helena tepat di markas mereka?
Di sisi lain Helena mengintip dari penutup mata yang di pakaikannya. Dia melihat beberapa wajah orang asing, ia hanya dapat melihat 3 wajah di antara mereka semua. Salah satu wajah orang tersebut tampak tak asing baginya, dia berusaha mengingat siapa sebenarnya orang ini. Dan ternyata dia adalah pamannya Helena sekaligus kakak dari ibunya. Ia tentu sangat terkejut, kenapa, ada apa sebenarnya. Sekali lagi ia merasa ada sesuatu hal yang tampak tidak asing, dia menyadari bahwa sekarang ia berada di markas mereka bertiga. Kenapa Helena bisa tau? Terdapat papan yang tertempel foto dari 4 korban yang telah mereka temukan.
Tiba-tiba saja mereka tertawa, Helena berusaha tidak bergerak. Tapi karena punggung nya merasa sangat gatal, ia berpura-pura bangun dari pingsan. Ia berusaha meronta, tapi salah satu dari mereka berbisik, “Sudah bangun, nona?”.
Helena merinding setelah mendengarnya, dia hanya menjauhkan tubuhnya dari arah suara tersebut, tapi hal berikutnya yang terjadi adalah penutup mata nya di buku secara paksa. Ia dapat melihat dengan jelas siapa saja yang ada di hadapannya, termasuk pamannya. Paman Helena hanya tersenyum ke arahnya, lalu ia mendekat.
“Anakku, dimana ayahmu? Kau tidak berniat menyembunyikan pelaku yang keji itu kan?” Dia mendekat ke arah kursi Helena dan membelai tangannya.
“Tangan ini yang menghapus bukti-bukti itu kan? Tangan ini juga yang memberikan bukti palsu atas kematian adikku dan juga istriku serta adikmu, bukan?” Helena terkejut sejadi-jadinya.
Helena tau, bahwa pamannya pasti akan membalaskan dendam kepada ayahnya yang telah membunuh keluarganya, termasuk ibunya sendiri, namun Helena tidak mengucapkan apapun dan memilih bungkam. Helena lebih menyayangi ayahnya, Helena tau bahwa ini bukan sepenuhnya kesalahan ayahnya. Tapi pamannya terus memaksa nya berbicara, Helena hanya bisa menangis dan mengharapkan pertolongan.
Terlihat ada yang berusaha merusak pintu masuk markas itu, terlihat 2 pria yang memakai masker hitam yang menyerang orang-orang yang menyulik Helena. Beberapa dari mereka kabur, termasuk paman Helena. 2 pria itu membuka masker nya dan segera menolong Helena dengan membuka ikatan di tangan serta kakinya.
Ruth dan Rowan yang menyelamatkan Helena, mereka bertiga berpelukan dengan syukur bahwa Helena baik-baik saja. Tapi Helena tiba-tiba merasa bahwa kelakuannya selama ini salah, di mulai dari ia yang menyembunyikan ayahnya dan memalsukan barang bukti saat persidangan ayahnya. Ia bertanya kepada Rowan dan Ruth.
“Apakah kita tidak bisa mengakui dosa kita? Aku, aku tersiksa dengan perasaan bersalah. Aku lebih baik mengakui segalanya dibandingkan merasa tertekan” ucap Helena.
Mendengar perkataan itu, Rowan malah menyalahkan Helena yang tidak bisa menjaga diri. Jika ingin menyerahkan diri ke kantor polisi, sama saja dengan menyerahkan nyawa mu sendiri pada mereka, itu yang dikatakan nya. Rowan hampir saja menampar Helena karena emosi, tapi untungnya Ruth menahan tangannya.
“Kau tidak membunuh siapapun asal kau tau? Jika kau mengakui semuanya, maka kasus 10 tahu yang lalu akan terbuka kembali, dan kau tau apa akibatnya? Aku dan ruth akan mendapatkan hukuman mati!” Ujar Rowan.
“Itu karena kesalahan kalian berdua! Aku tidak mau tau, aku akan menyerahkan diri!” Sebelum Helena beranjak dari sana Ruth menahannya lebih dulu.
“Ku mohon pikirkan dirimu, helena. Kau bisa di penjara karena—”
“Lebih baik aku di penjara daripada berpura-pura hidup bahagia dengan dihantui rasa bersalah, ruth!” Potong Helena.
Kedua pria itu terdiam, merasa bahwa ucapan Helena ada benarnya. Namun mereka juga tidak mudah untuk menyerahkan diri begitu saja, semua yang mereka lakukan ini demi orang yang mereka cintai. Dengan keyakinan penuh Helena berlari keluar menuju kantor polisi. Tapi Ruth dan Rowan membiarkan Helena pergi, hingga suatu ketika suara tabrakan terdengar dari arah luar markas. Mereka berdua saling pandang lalu berlari keluar menyusul Helena. Anehnya, mereka tidak melihat siapapun ataupun mobil yang terdengar tadi.
Di sisi lain, Helena di culik kembali oleh para orang-orang asing. Tapi kali ini, perlakuan mereka berbeda padanya. Ia di tanya dengan baik, berusaha mencari informasi darinya. Helena hanya menggeleng ketakutan, pamannya yang duduk di sampingnya menenangkan nya.
“Anakku, aku hanya ingin keadilan bagi keluarga ku. Kami semua yang ada disini pun seperti itu, kami melakukan ini bukan untuk asal membunuh saja, tapi karena ingin memperingatkan kepada mereka yang telah tega membunuh keluarga dan kerabat kami. Kau pasti sangat paham tentang ini” setelah paman Helena mengucapkan itu, dengan cepat ia memeluk pamannya dan menangis.
Paman Helena hanya membelai lembut kepala nya, dia tau ini hal yang diluar batas kepercayaan Helena. Namun, ia yakin bahwa Helena masih memiliki hati nurani yang mendorong nya untuk kembali ke jalan yang lebih baik. Mereka tiba di depan kantor polisi, dan paman Helena meyakinkan dirinya agar percaya diri, karena apapun yang terus disembunyikan pasti akan terbongkar jika saatnya sudah tiba. Helena pun merasa yakin, ia tidak mau lagi dihantui rasa bersalah yang mendalam lagi.
Ia masuk ke dalam kantor polisi dan menceritakan segalanya kepada ketua tim kepolisian. Dia meyakinkan orang itu untuk percaya apa perkataan nya, tapi karena mereka semua terlihat ragu, Helena memiliki ide. Dia memberitahukan ide nya ini kepada detektif dan polisi yang ada disana,
“Pertama-tama jika mereka datang kemari, ajaklah berbicara biasa, mereka pasti akan merasa curiga. Detektif Rowan memiliki pistol, jadi berhati-hati lah” ia menjelaskan rencana nya secara detail. Mereka yang ada di sana pun setuju dengan rencana Helena.
Beberapa saat kemudian Helena kembali bersembunyi di dalam mobil orang asing tadi sembari menunggu Ruth dan Rowan tiba. Ia melihat mereka berdua memasuki kantor polisi, 20 menit berlalu sejak mereka masuk dan tidak ada tanda-tanda mencurigakan. Hingga suatu ketika, Rowan berlari ke arah luar dan menodongkan pistol nya ke arah dalam kantor. Helena dan beberapa orang kenalan pamannya berusaha menghentikkan Rowan dan mencegatnya. Tapi Ruth yang menyaksikan itu tidak tahan lagi dan mengambil pistol salah satu polisi di dekatnya dan menembakannya tepat di kaki Rowan.
“Ruth? Kau tega padaku?” Tanya Rowan.
“Maaf kawan, aku sebenarnya merasa bersalah pada adikku, seharusnya sedari awal aku mengobrol baik-baik kepada suaminya agar menceraikan nya saja, tapi aku gegabah, wan. Aku bersalah, aku membunuh adik ipar ku sendiri, aku tau dia melukai adikku, tapi harusnya aku membujuknya terlebih dahulu, bukan malah langsung membunuhnya. Kita semua tersulut emosi, rowan coba pikirkan dengan kepala yang dingin” ucap Ruth panjang lebar.
Mendengar Ruth, Rowan hanya tertawa dan meringis. Dia menatap ke arah Helena lalu ke Ruth,
“Tak ku sangka, kalian malah mengkhianati ku. Asalkan kalian tau, yang membunuh orang tua ku adalah salah satu aparat kepolisian! Tapi mereka menganggap bahwa itu hanya kesalahan yang tidak di sengaja! Aku tidak bisa menerima nya, lebih baik aku mati sendiri dan menyusul orang tua ku daripada di bunuh oleh tangan keji mereka”.
Mereka semua yang ada disana terkejut bukan main, Rowan mengarahkankan pistol ke dalam mulutnya dan menembak dirinya sendiri. Aksi nya itu membuat orang yang menyaksikan nya sangat shock. Helena yang melihat ke arah kepala kepolisian dan berjalan ke arahnya.
“Pak, apa yang terjadi disini. Mohon untuk tidak di rahasiakan, biarkan orang-orang tau dan biarkan mereka menganggap kejadian ini sebagai pelajaran. Bahwa manusia selalu berbuat salah, disengaja maupun tidak disengaja”
Proses evakuasi jasad Rowan di mulai, dan hasil sidang untuk memenjarakan Ruth, Helena serta orang-orang yang menjadi pelaku pembunuhan di tengah kota, kini telah di masukkan ke penjara. Helena tersenyum ketika hakim telah mengetukkan palu tanda bahwa secara sah mereka semua akan di hukum mati.
“Nasib baiknya, rasa bersalah ku pada keluarga ku terobati dengan menyusul mereka”