Rumah Tanpa Kesadaran

by
Rumah Tanpa Kesadaran
Rumah Tanpa Kesadaran

Karya : A. Adinda Bella Pratiwi

Empat mahasiswa baru, yaitu Yuda, Raka, Awan, dan Jingga. Mereka berempat berasal dari desa yang sama dan pergi ke kota untuk berkuliah disana. Namun karena dana mereka yang terbatas, mereka sepakat untuk tinggal bersama lalu mencari rumah yang murah dan dekat dengan kampus mereka. Mereka berempat mencari di media sosial sebuah penginapan atau kos yang murah.

“Hei, aku dapat yang murah. Rumahnya terdiri dari 3 kamar, lihat ini” ucap Yuda yang memperlihatkan ponsel nya kepada yang lain.

Mereka semua mengangguk setuju untuk menempati rumah itu dan menyewa nya selama 1 tahun. Setelah itu mereka menghubungi pemilik postingan rumah tersebut untuk segera membayar sewa di awal.

Semua persediaan telah di siapkan, mereka sudah bersedia untuk pindah ke rumah tersebut. Mereka menggunakan motor masing-masing untuk ke rumah tersebut, setelah sampai mereka kagum dengan rumah itu. Semuanya tampak bersih, rapi dan juga terawat. Mereka memasuki rumah itu dengan mengucap salam, di dalam semua fasilitas tertata rapi dan lengkap.

Di hari pertama mereka tinggal semuanya baik-baik saja, Yuda membagi kamar dengan Raka, Awan membagi kamar dengan Jingga dan satu lagi kamar dibiarkan menjadi gudang dan mengunci nya. Mereka menjalani hari-hari biasa seperti mahasiswa pada umum nya yang sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Tanpa di rasa sudah 3 hari mereka tinggal disana, mereka semua kecuali Raka pergi ke kampus untuk jadwal mata kuliah mereka. Semuanya berbeda jurusan namun tetap 1 kampus, jadinya Raka menetap sendirian dirumah itu.

Di siang hari menuju sore, Raka menikmati secangkir teh dan sepotong roti dengan selai. Dia memainkan ponselnya dengan santai, tapi tiba-tiba terdengar sebuah ketukan dari arah luar. Raka yang mendengar nya segera menghampiri pintu untuk membukakan pintunya, pikir nya mungkin salah satu teman mereka sudah pulang. Namun saat Raka membuka pintu, tak ada siapapun disana. Hening, tidak ada orang yang lewat maupun kendaraan yanh melintas.

“Aneh, siapa yang mengetuk pintu, ya?” Walaupun rasa penasaran nya lebih besar, Raka tetap melanjutkan waktu bersantai nya dan kembali ke meja makan.

Saat baru saja ingin duduk, ia kembali mendengar suara ketukan, tapi bukan lagi dari pintu utama melainkan dari arah pintu kamar yang mereka jadikan gudang. Tapi karena Raka yang berpikiran bahwa mungkin saja itu cicak, jadi dia mengabaikan ketukan itu. Berselang beberapa menit terdengar bisikan yang membuat seluruh badan nya merinding.

“Halo” satu kata yang membuat nya merinding.

Raka menoleh kesana kemari namun tak ada siapapun, karena tentu nya dia sendirian dirumah itu. Dia berdiri, lalu ia mendengar lagi suara itu mengucapkan halo. Raka mempertajam pendengarannya, ia ingin mencari asal usul suara tersebut. Ketika ia berbalik badan ke arah meja makan, ada sosok wanita yang menatapnya. Kakinya lemas sehingga membuatnya terjatuh, ia dengan cepat menghubungi teman-temannya. Tapi sayangnya secara mendadak semua koneksi internet nya terputus, ia berusaha bangkit dan berlari menuju pintu utama.

Raka berbalik mengintip, sudah tidak ada lagi. Saat ia kembali ingin membuka pintu utama, ia melihat sosok itu tepat di depan mata nya. Raka pingsan setelah melihat sosok yang menakutkan itu.

Di sisi lain, Yuda dan Jingga pulang bersama. Jingga memasukkan kunci dan membuka pintu utama, saat pintu itu terbuka terlihat Raka yang tergeletak dengan darah yang keluar dari hidungnya. Mereka terkejut dan langsung mendekati Raka, namun suatu hal yang mengejutkan terjadi. Pintu utama tiba-tiba tertutup dengan kencang, tak ada angin apapun. Mereka berdua kaget, setelah itu Yuda membantu mengangkat Raka dan menuju ke kamar mereka berdua.

Jingga mengirimkan pesan kepada Awan yang masih ada di kampus, ia bertanya kepada Awan. “Wan. Sebelum kau meninggalkan rumah, apakah raka baik-baik saja?” Tanya nya.

Karena Awan lah yang terakhir pergi ke kampus, tentu nya ia yang tau keadaan terakhir Raka. Tapi balasan Awan hanya mengatakan bahwa, Raka bersantai dengan meminum teh. Tidak ada sesuatu yang terjadi, itulah yang dikatakan Awan.

Beberapa jam kemudian tepat pada pukul 7 malam, Awan pulang membawa sekantong gorengan untuk di makan bersama teman-temannya. Ia memanggil mereka bertiga tapi tidak ada yang menjawab, saat ia membuka pintu kamar nya dengan Jingga, tak ada siapapun. Yang artinya mereka bertiga berkumpul di kamar Yuda dan Raka. Saat membuka pintu ia melihat sesuatu yang benar-benar menyeramkan. Se sosok wanita berpakaian lusuh sedang menatapnya, sosok itu berada di samping Yuda.

“Awan? Aku tidak mendengar suara motor ku, kapan kau tiba?” Tanya Yuda.

“Ahh itu, barusan saja. Ini aku membeli untuk kalian. Mari makan bersama” ucapnya.

Mereka berdua tampak sangat senang, tapi Awan melihat Raka yang terbaring di tempat tidur dan wajahnya sangat pucat. Seolah tau apa yang Awan pikirkan, Jingga menjelaskan semuanya dari awal sejak mereka sampai sore tadi. Awan yang mendengar penjelasan itu dengan cepat mengunci pintu kamar, dan melihat ke arah Yuda. Ia ingin memastikan apakah sosok itu masih ada atau tidak, ternyata sosok itu telah menghilang. Ia bernapas lega.

Jingga yang perutnya berbunyi membuat kedua temannya itu tertawa. Ia hanya menggaruk kepala nya lalu menawarkan untuk membuatkan teh sebagai teman minum untuk gorengan yang dibeli Awan. Semuanya mengangguk setuju, tapi Awan berniat untuk membantu Jingga tapi ia menolak. Jingga pun keluar dari kamar dan memasak air panas untuk mereka berempat, sembari menunggu ia memainkan ponselnya dan bersandar di dinding dapur. Tapi dinding itu tiba-tiba patah, ia terjatuh ke belakang dan memegangi kepala nya.

“Apa ini? Dinding palsu?”

Ia bangkit dari duduknya dan melihat ke arah dalam dinding tersebut, terdapat sebuah buku yang sampul nya sudah usang. Dia mengusap nya untuk menghilang kan debu di sampul buku itu.

“Mantra pengusir?” Ia membaca judul bukunya.

Setelah itu Jingga membuka buku aneh tersebut, di dalam nya terdapat gambar makhluk-makhluk aneh. Ada juga gambar yang menampilkan setan seperti pocong, kuntilanak, dan kuyang. Semuanya lengkap dengan bahasa asing yang ia tidak mengerti tertulis tepat di bawah setiap gambar. Tanpa sengaja ia membaca salah satu mantra yang berbahasa indonesia.

“Datanglah untuk memuja ku, pulang lah untuk mengabdi padaku” dengan cepat ia menutup mulutnya.

Tiba-tiba sebuah angin dingin terasa di lehernya. Dia mengusapnya dan berbalik ke arah belakang, ada Raka. Ternyata Raka sudah sadar, itu yang di pikirkan Jingga. Lalu ia mendengar air yang ia rebus telah mendidih, ia mematikan kompor lalu menyeduh teh di tiap gelas. Setelah itu ia meminta tolong kepada Raka untuk mengambil beberapa piring kecil, namun saat ia baru saja ingin mengatakannya, Raka sudah lenyap dari pandangannya. Tak ada terdengar suara langkah kaki apapun, ia menghilang.

Tanpa berpikir panjang, Jingga kembali ke kamar nomor 2 milik Raka dan Yuda. Saat masuk, ia duduk di bawah dan menyajikan teh pada masing-masing temannya. Tapi hal aneh baru saja ia sadari telah terjadi, ternyata Raka belum sadar. Lalu siapa yang ia lihat di dapur? Ia tiba-tiba mengingat buku yang ia temukan tadi, kemudian dengan alasan ingin mengambil piring, Jingga kembali ke dapur dan mencari buku itu. Namun ia mencari kesana kemari tak terlihat buku misterius itu, sekali lagi dia terkejeut melihat dinding yang awalnya roboh karena ia sandari tiba-tiba kembali seperti semula. Ia meraba dinding itu dan memukulnya, “Dinding asli” ucapnya.

Dengan cepat ia kembali ke kamar 2 sambil membawa piring. Ia tidak menceritakan apapun kepada Awan dan Yuda. Semuanya berjalan baik-baik saja, namun ketika jam sudah menunjukkan pukul 11 malam mereka semua mengantuk dan tertidur di lantai. Padahal biasanya mereka semua suka tidur lambat dan bangun cepat, tidak biasanya seperti ini.

Di pukul 2 pagi, Yuda terbangun karena haus. Ia berlari ke arah dapur dan mencari air, ia menelan air tersebut secara tergesa-gesa. Setelah rasa hausnya menghilang, ia kembali ke kamar nya dan berencana ingin langsung tidur di kasur. Tapi saat masuk ia kaget, Raka tidak ada disana. Tapi saat menuju dapur dan saat kembali pun, ia tidak melihat Raka. Dengan cepat Yuda membangunkan semua temannya. Ia memberitahukan bahwa Raka tidak ada, mereka mulai mencari Raka di luar rumah dan tak ada jejak apapun. Seolah-olah ia telah di culik.

Yuda memanggil nomor Raka tapi ternyata ponselnya ada di kamarnya. Mereka terus mencari Raka di luar dan di dalam Rumah, tak ada yang menemukannya. Hingga suatu ketika tepat di pukul 3, mereka berkumpul di dekat dapur, mereka semua mendengar suara tawa wanita dari arah dalam kamar nomor 3. Kamar itu tidak pernah mereka buka sekali pun. Yuda memberi kode kepada Awan, Awan yang melihatnya pun menggeleng kan kepala. Sehingga yang pergi mengecek kamar itu adalah Jingga.

Jingga memberanikan diri untuk membuka pintu kamar itu, di saat pintu kamar itu terbuka. Terlihat sebuah cermin yang sangat besar menghadap ke arah pintu tepat dimana Jingga berdiri, Awan dan Yuda yang melihatnya penasaran dan ikut masuk ke dalam kamar itu. Mereka mengecek seluruh kamar dan itu hanya kamar kosong, tak ada satu pun fasilitas di dalam nya, hanya 1 cermin besar yang terlihat usang. Jingga mendekat ke arah cermin dan melihat dirinya disana, tapi ada satu hal yang mengganjal, ada seseorang di pojok kamar duduk dengan memeluk kedua kaki nya dan menatap ke arah lantai dengan pandangan kosong. Itu Raka, dengan cepat Jingga melihat ke arah pojok dimana cermin itu memantulkan situasi yang ada. Namun, tidak ada Raka.

Jingga yang merasakan ke anehan itu ingin memberitahukan kepada Awan dan Yuda. Tapi mereka berdua tidak terlihat dimana pun, Jingga berteriak meneriaki nama mereka berdua. Tapi tak ada jawaban, hening. Ia kembali menatap ke arah cermin, ia melihat sosok putih berada di atas kepala nya. Ia pun mendongakan kepala nya, tidak ada apa-apa. Sekali lagi ia menatap ke arah cermin. Hal yang diluar dugaan, Jingga melihatnya dengan mata terbelalak. Kedua sahabatnya terlihat gantung diri tepat di belakang nya. Namum ia tidak melihat nya, ia hanya bisa melihat Yuda, Awan, dan Raka hanya di dalam cermin.

Ia dengan berani mendekati cermin tua itu, mengusap pinggir cermin itu lembut. Ia berkata, “Kemana kalian?”.

Setelah mengucapkan itu, dinding bergetar hebat. Pintu kamar itu tertutup rapat, Jingga berlari ke arah pintu berusaha membuka nya namun sia-sia. Ia terperangkap di kamar ini. Karena emosi ia berjalan menuju cermin dan menggoyangkannya, ia berteriak, “DIMANA TEMAN-TEMAN KU DASAR SETAN!”

Hujan turun secara tiba-tiba, sebuah bisikan tepat di telinga Jingga menjawab, “Kau yang memanggil ku, kau juga yang mengorban kan teman mu”.

“BOHONG! AKU TIDAK PERNAH MELAKUKAN HAL SEKEJI ITU!”

“Tidak pernah kau bilang?” Setelah suara itu muncul, terlihat sosok putih yang keluar dari cermin menatap Jingga.

Ia tersenyum, wajah cantiknya yang memesona membuat Jingga kaget. Lalu seperkian detik kemudian, wajah cantik itu berubah menjadi wajah buruk rupa dengan luka sayatan pisau. Sosok itu tertawa sangat keras, membuat telinga Jingga sakit. Ia menutupi telinga nya, tapi suara tawa itu seperti menggema di dalam kamar itu.

“Kau jangan menuduhku sembarangan, aku kesini bersama teman-temanku. Pulang pun harus bersama, kembalikan mereka setan!” Ucap Jingga yang makin membuat sosok itu tertawa.

Sosok itu mendekat ke arah Jingga, “Lalu kenapa kau membangkitkan ku dengan mantra khusus itu? Dan kau membawa 3 makanan sekaligus untukku, tentu aku merasa kau memberkahi ku” ucap sosok itu.

Mendengar penjelasan nya, Jingga benar-benar terkejut. Waktu ia menemukan buku aneh itu, ia malah membaca isinya dan jumlah teman nya adalah 3. Ia sungguh sial, Jingga merasa putus asa.

“Apakah tidak bisa kembali seperti semula? Aku tidak menginginkan apapun, kembalikan temanku dan berhenti membuat ilusi aneh” ia memohon kepada sosok itu.

Namun sosok putih itu hanya tertawa dan mengatakan, tabur tuai itu nyata. Segala sesuatu yang kau perbuat tidak selamanya bisa kau ubah. Teman-teman mu telah ku makan jiwa nya. Itu yang ia katakan, mendengarnya Jingga tidak kuasa menahan tangis nya. Ia merasa bersalah, semua ini adalah kesalahannya, jika saja ia tidak penasaran dengan buku itu dan menaruhnya kembali, mungkin saja semua hal ini tidak akan terjadi.

“Aku tau apa yang kau pikirkan, tapi jika kau dulunya tidak memanggil roh ku. Mungkin saja kekuatan ku tidak sekuat sekarang, aku akan membebaskan mu, tapi untuk teman-teman mu tidak bisa. Raga kedua teman mu telah aku makan, dan orang yang kau lihat di pojok itu? Dia yang akan menjadi penjaga ku untuk selamanya” ucap nya panjang lebar.

Jingga bertanya sekali lagi, “Raka? Kenapa harus dia?” Mendengar itu sosok putih tersebut menjawab, “Karena jiwa nya sangat murni, yang membuatku tak bisa memakan jiwanya, hanya jiwa nya yang ku sekap selamanya”. Mendengar jawaban itu tentu Jingga sangat-sangat putus asa.

Jika ia pergi dari rumah ini dan meninggalkan semua temannya, sama saja ia telah mengkhianati mereka bertiga, namun harapan dan kesempatan untuk tetap hidup ia tidak boleh sia-siakan. Segala pengorbanan dan perlakuan Yuda, Awan, dan Raka akan selalu Jingga kenang. Jika sedari awal ia menyadari kesalahannya, ia pun tidak bisa melakukan apapun. Dengan tergesa-gesa ia berjalan menuju ke arah pintu kamar, saat membuka nya pintu itu terbuka dengan mudah. Jingga menatap kembali ke arah dalam kamar, ia melihat ke cermin. Disana ada 3 sahabat baiknya, Jingga akan terus mengingat kejadian hari ini.

Suatu saat nanti, ia berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Ia meninggalkan rumah itu perlahan, mengenang momen mereka berempat bersama. Air matanya mengalir membasahi pipi nya, di sela tangis nya ia berucap “Maaf”.

Beberapa bulan setelah Jingga meninggalkan rumah itu, ia baru tersadar akan satu hal. Semua yang dilihat nya semuanya tidak logis, dan ia baru menyadari semua ini sejak dia keluar dari rumah tua itu. Di kampus nya, Jingga duduk sendirian di taman. Menatap ke arah langit dan berharap kebahagiaan.

Saat ini ia mencari rumah baru untuk ia tinggali, Jingga meraih ponsel nya dan membuka media sosial. Dia mengetik penyewaan rumah, dan ada salah satu postingan yang membuatnya terkejut. Di gambar itu, terlihat sebuah rumah yang tidak asing baginya. Itu rumah yang sama yang mereka berempat tinggali dulu, Jingga melihat dengan seksama. Membaca akun yang mengirimkan postingan itu, di ponselnya tertera—akun beratasnamakan Raka Rudianto, nama sahabatnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.