Karya : A. Adinda Bella Pratiwi
Aku Calysta, orang-orang memanggil ku Caly. Ini berawal dari kisah persahabatan kami. Di sebuah meja paling belakang yang sangat berisik, suara tawa yang bermacam-macam bunyi nya. Ada aku dan teman-temanku yang sedang bermain uno. Setiap ada yang kalah pertarungan, kami yang menjadi pemenang memberikan bedak tanda kasih sayang kepada teman kami yang kalah.
Kami dengan asiknya bermain hingga beberapa saat kemudian guru pun menegur kelas kami, dan apakah kalian tau siapa yang disalahkan? Tentu saja teman-teman ku, sebut saja circle ku ini namanya Circle Ular. Padahal bukan cuma kami yang berisik, teman kelas kami yang lain pun berisik, tapi kenapa hanya kami yang ditegur? Tentu aku tidak terima diperlakukan seperti itu, lalu dengan berani nya aku mengatakan ini di circle ku.
“Aku mau keadilan! Circle sebelah pun sama berisiknya, tapi kenapa cuma kita yang ditegur! Ini sangat tidak adil!” Ucapku pada temanku.
Mereka hanya menatap satu sama lain lalu salah satu dari mereka menjawab, “Jadi kau mau kita bagaimana? Circle mereka itu backingan nya orang dalam, kita tidak bisa apa-apa” ucap salah satu temanku bernama Eza.
Aku berpikir sebentar lalu mencerna apa yang dia katakan. Yang Eza bilang ada benarnya, kami ini baru masuk kelas 1 SMP dan jika kami membuat masalah tentu saja kelas kami yang jadi sasarannya. Dengan candaan Eza, dia mulai mengalihkan topik dan menghentikkan siapa pun yang membahas masalah tadi. Eza menatapku lalu mengangkat 1 alisnya, tentu aku tidak mengerti maksud dari tatapannya, jadi aku hanya mengabaikannya.
Beberapa hari setelah masalah teguran, kami bermain lagi, tapi ini berbeda. Salah satu orang yang sangat amat bersabar dengan sikap ku dan salah satu temanku, yaitu Reya. Kami menata rambut Eza dengan sangat lucu, memberi nya pita di rambutnya, memakaikan kerudung, dan sedikit make up di wajah nya. Eza ini penyabar tapi kadang-kadang suka emosi, jadi intinya kali ini dia jadi penyabar.
Setelah selesai, aku memberikan sebuah cermin ke Eza, dia hanya menghela napas saat melihat wajahnya yang menor akibat ulahku dengan Reya. Di saat yang bersamaan, kepala sekolah datang mengecek kebersihan kelas, dengan panik dan buru-buru kami menyuruh Eza untuk duduk di lantai dan menyembunyikannya di antara aku dan Reya. Aku melihat terus ke arah kepala sekolah dan aku yakin tidak mungkin dia kemari, kan bangku kami paling belakang. Oh tentu nya itu adalah yang mustahil, kepala sekolah berjalan ke arah kami bertiga, Reya yang panik menyenggol ku pelan. Aku hanya berbisik dan berkata, “Ini tidak akan lama”.
Kepala sekolah pun hanya melihat-lihat lalu keluar dari kelas kami. Aku, Reya dan Eza menghela napas lega, dengan cepat Eza melepaskan semua hiasan yang telah kami pasangkan.
Circle lain yang melihat Eza pun tertawa karena wajahnya yang penuh make up. Aku dan Reya hanya menggaruk leher dengan senyum tanpa rasa bersalah, dan jika ada yang bertanya kenapa kami melakukannya, jawaban kami hanyalah, “Eza yang mau kok”.
Hari-hari yang menyenangkan, penuh tawa, susah senang bersama telah kami lewati selama 1 tahun lamanya. Setelah kami naik ke kelas 8, rasanya aneh. Seperti ada sesuatu yang hilang dan sesuatu yang muncul, tapi aku pun tidak tau apa itu. Beberapa hari aku belum mengerti, namun setelah 3 bulan berlalu aku baru mengerti apa yang sedang terjadi. Circle kami bubar, alasannya hanya 1, semuanya ada masanya. Hanya sebagian dari kami yang bertahan itupun hanya 3 dari 6 orang. Aku, Eza dan Maya, kami masih sering bergosip bersama, menceritakan hal yang seru dan menyenangkan bersama.
Suatu hari, aku mendengar sebuah gosip yang sedang hangat di perbincangkan oleh teman sekelasku. Ternyata itu tentang Eza, dia baru saja menyatakan perasaannya kepada adik kelas 7, dan ternyata dia di tolak di depan teman nya. Aku yang mendengarnya kasihan, tapi ada satu hal yang mengganjal dalam pikiran ku, tapi aku pun tidak tau apapun jadi aku mengabaikannya.
Aku menenangkan Eza bersama Maya, tapi dia hanya mengatakan bahwa dia hanya terperangkap manis di wajah orang itu, dia sangat menyesal telah menyatakan perasaannya. Aku tidak tau apa yang harus ku katakan agar menenangkan nya, jadi aku hanya memberikan nya sebuah coklat. Untungnya Eza menerima coklat pemberian ku dengan antusias. Dan sekali lagi perasaan mengganjal itu datang lagi, tapi aku sudah tidak peduli, jadi aku mengabaikannya lagi.
Di masa kelas 8 terasa sangat singkat, tidak terasa sudah waktu nya masuk di tahap akhir di SMP. Aku dan teman-temanku akan berpisah, jadi kami lebih sering berkumpul bersama walaupun kami sudah berbeda circle. Di kelas 9, semuanya terasa hampa, seakan penantian untuk perpisahan sangat lah terasa begitu cepat.
Aku dan Eza sering mengobrol di waktu kosong, walaupun kelas 9, ternyata masih ada waktu kosong. Jadi kami mengisi nya dengan bercerita, bermain, dan bercanda gurau. Disaat aku melihat Reya yang bersama teman barunya, aku merasa senang, akhirnya dia mendapatkan teman yang sepadan dengannya sesuai dengan yang ia cari. Sebagian dari teman circle ku yang dahulu lebih sering menceritakan keburukan salah satu dari kami, namun pada saat di hadapan kami dia berpura-pura baik. Maka dari itu aku menamai circle ku Ular, ternyata ada juga yang benar-benar sifatnya seperti ular yang berbisa.
Di kelas 9 ini kedekatan ku dengan Maya dan Eza semakin terasa seperti saudara. Aku sudah menganggap Eza sebagai adikku sendiri, aku sering memanjakannya seperti adik. Tapi ada Maya yang sering menegurku untuk tidak terlalu memanjakan Eza. Tapi Eza memberiku umpan balik yang mencurigakan, dia sering memberikan perhatian yang terkhusus hanya padaku saja dan bukan cuma aku yang menyadari hal ini tapi Maya juga menyadari nya. Sifat asli dari Eza itu penyabar tapi juga emosian, tapi pada saat bersama ku dia terus bersabar walaupun aku sering menjahili nya. Aku pun menceritakan hal ini pada Maya, dan Maya pun setuju.
Hingga pada suatu hari saat kami bermain gunting batu kertas dan yang kalah tangannya harus di cubit oleh pemenang. Aku kalah pada permainan itu, Eza dan Maya menyubit tanganku, ya tentu itu sakit. Namun hal yang mengejutkan ku dan Maya adalah, Eza yang melihat tangan ku khawatir karna tampak merah, dia membelai tanganku lembut dan meminta maaf. Di saat yang bersamaan aku dan Maya bertatapan, seperti mengerti kode satu sama lain kami pun merinding. Dengan cepat aku menarik tanganku dari Eza lalu mengatakan sesuatu.
“Apakah kau sakit? Kau tidak menggila karena sebentar lagi ujian kan?” Aku melemparkan pertanyaan yang membuat Eza kebingungan.
Dia hanya menatapku heran dan menggelengkan kepala nya. Maya yang melihat itu pun langsung pergi meninggalkan ku berdua dengan Eza. Lalu tiba-tiba Eza mengatakan sesuatu hal yang sangat-sangat membuatku terkejut.
“Caly, sebenarnya aku selalu cemburu dengan kedekatan mu dengan orang lain, termasuk laki-laki di kelas kita. Lain kali jaga jarak ya. Aku tidak mau kakak ku di kejar-kejar lelaki tampang monyet” ucapnya.
Aku yang mendengarnya tentu ingin menghela napas senang tapi juga merasa aneh, kenapa aku harus senang? Kenapa aku harus gugup? Padahal ini hanyalah pengakuan biasa karna dia menganggap ku kakak nya. Aku berdebar? Sepertinya aku yang gila.
Setelah mendengar pernyataan Eza, aku langsung mendatangi Maya. Aku rasanya seperti sangat senang, aku ingin tersenyum, aku berdebar, tapi aku tidak gila. Lalu Maya peka dengan perubahan perilaku ku, dia mengatakan aku jatuh cinta namun aku sendiri tidak menyadarinya. Kedekatan ku dengan Eza sejak kelas 7 bisa jadi awal dari tumbuh nya rasa suka di hatiku. Namun aku menyangkalnya, aku bilang aku tidak sebodoh itu untuk menjalin kisah cinta monyet. Tapi Maya hanya tertawa dan berkata, “Kita hanya perlu menunggu waktu untuk kau sadar sepenuhnya”.
Dan sejak Maya mengatakan hal itu, aku selalu terbayang wajah Eza. Aku mulai merasa risih dan tidak tenang, ada apa sebenarnya dengan diriku? Tapi Maya berkata benar, waktu akan menyadarkan ku bahwa ternyata memang benar aku menyukai Eza. Setiap perhatian, kasih sayang, kebersamaaan, canda tawa, semuanya kami lakukan bersama dengan bahagia, tidak terasa aku malah menyimpan rasa suka ini begitu lama, ya dan aku baru sadar aku juga cemburu ketika mengingat pengakuan cinta Eza kepada adik kelas. Itu semua karna aku menyukai Eza, aku tidak percaya dengan diriku sendiri, aku menganggap Eza sebagai sahabat yang sangat dekat denganku, berbagi makanan dan minuman, bermain bersama dan segala hal yang kami lewati bersama itu membuat kenangan indah yang hanya bisa ku kenang.
Aku ingin mengakui perasaan ini pada Eza, tapi ternyata Maya sendiri pun menyukai Eza dan dia menyatakan perasaannya disaat aku telah menceritakan tentang semua hal yang kurasakan kepada Maya, dan ternyata Eza juga menyukai Maya. Sungguh percintaan yang seharusnya ku hindari, dan tentu kisah persahabatan yang tidak terduga. Dan sekali lagi pernyataan Maya benar, aku hanya perlu waktu untuk menyadari apa yang sebenarnya terjadi, tidak hanya di percintaan tapi juga persahabatan, semuanya tidak ada yang berarti, cukup kenangan indah yang kami buat sewaktu kelas 8. Dan ternyata benar, semua orang ada masanya, termasuk teman-teman yang dahulu sangat ku sayangi, semuanya sudah berubah. Waktu yang mengubah segalanya.
Untuk Eza, biarkan waktu yang menelan semuanya, termasuk perasaan ku padamu yang tidak berguna ini. Biarkan waktu dan masa yang mengambil alih, agar tak ada satupun yang menjadi pengacau di kehidupan ku, dan agar menatap masa depan yang lebih baik dibanding terus menatap masa lalu yang tak kunjung habis.